Saturday, August 27, 2011

8 Filsafat Kehidupan

Sumber: "Chinese book of Wisdom":


  • Hujan deras adalah tantangan. Jangan minta agar hujan dikecilkan, tapi mintalah payung yg lebih besar.
  • Waktu banjir, ikan makan semut ; waktu surut, semut yang makan ikan. Semua orang ada giliran/waktunya; Jangan sombong.   (Note: Kehidupan seperti roda pedati yg berjalan; kadang di atas...kadang di bawah).
  • Hidup bukanlah peduli dipermulaan saja, tapi seberapa besar kepedulian kita sampai akhir.(Note: Pekerjaan yg disenangi Allah...adalah pekerjaan (meski) kecil, tetapi dilakukan secara terus menerus).
  • Orang sering "melempar batu" di jalan kita. Tergantung kita mau mambuat batu itu jadi "Tembok atau Jembatan". (Note: Atau gantian utk dipakai melempar....).
  • Setiap masalah punya (n+1) sejumlah solusi, dimana n adalah banyaknya solusi-solusi yang telah anda coba, dan 1 adalah yg belum anda coba. Coba terus sampai BISA ya.! Never give up :)      (Note: Ingat bersama 1 kesulitan akan disertai dengan 2 kemudahan)".
  • Tidaklah penting untuk punya semua 'kartu bagus' dalam 'games' kehidupan, yang penting adalah seberapa bagus anda memainkannya.
  • Seringkali saat kita putus asa dan mengira ini adalah akhir,,, Tenanglah dulu,,, itu baru belokan, bukan jalan buntu. Milikilah iman yang teguh dan kuat.
  • Jadilah giat untuk mendapatkan apa yg anda cita-citakan dan jadilah seperti anak-anak untuk menikmati yang telah anda dapatkan.
- Posted using BlogPress from my iPhone

Thursday, August 25, 2011

Apakah Tuhan Menciptakan Kejahatan


Seorang Profesor dari sebuah universitas terkenal menantang mahasiswa-mahasiswa nya dengan pertanyaan ini, ‘Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada?’.

Seorang mahasiswa dengan berani menjawab, ‘Betul, Dia yang menciptakan semuanya’.
‘Tuhan menciptakan semuanya?’ tanya professor sekali lagi.
‘Ya, Pak, semuanya’ kata mahasiswa tersebut.

Profesor itu menjawab, ‘Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan menciptakan kejahatan. Karena kejahatan itu ada, dan menurut prinsip kita bahwa pekerjaan kita menjelaskan siapa kita, jadi kita bisa berasumsi bahwa Tuhan itu adalah kejahatan.’

Mahasiswa itu terdiam dan tidak bisa menjawab hipotesis professor tersebut. Profesor itu merasa menang dan menyombongkan diri bahwa sekali lagi dia telah membuktikan kalau agama itu adalah sebuah mitos.

Mahasiswa lain mengangkat tangan dan berkata, ‘Profesor, boleh saya bertanya sesuatu?’ ‘Tentu saja,’ jawab si Profesor. Mahasiswa itu berdiri dan bertanya, ‘Profesor, apakah dingin itu ada?’

‘Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja dingin itu ada. Kamu tidak pernah sakit flu?’ Tanya si professor diiringi tawa mahasiswa lainnya.

Mahasiswa itu menjawab, ‘Kenyataannya, Pak, dingin itu tidak ada. Menurut hukum fisika, yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas. Suhu -460F adalah ketiadaan panas sama sekali. Dan semua partikel menjadi diam dan tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata ‘dingin’ untuk mendeskripsikan ketiadaan panas.

Mahasiswa itu melanjutkan, ‘Profesor, apakah gelap itu ada?’
Profesor itu menjawab, ‘Tentu saja itu ada.’

Mahasiswa itu menjawab, ‘Sekali lagi anda salah Pak. Gelap itu juga tidak ada. Gelap adalah keadaan dimana tidak ada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak. Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk memecahkan cahaya menjadi beberapa warna dan mempelajari berbagai panjang gelombang setiap warna. Tapi Anda tidak bisa mengukur gelap. Seberapa gelap suatu ruangan diukur dengan berapa intensitas cahaya di ruangan tersebut. Kata gelap dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan cahaya.’

Akhirnya mahasiswa itu bertanya, ‘Profesor, apakah kejahatan itu ada?’

Dengan bimbang professor itu menjawab, ‘Tentu saja, seperti yang telah
kukatakan sebelumnya. Kita melihat setiap hari di Koran dan TV. Banyak perkara kriminal dan kekerasan di antara manusia. Perkara-perkara tersebut adalah manifestasi dari kejahatan.’

Terhadap pernyataan ini mahasiswa itu menjawab, ‘Sekali lagi Anda salah, Pak. Kejahatan itu tidak ada. Kejahatan adalah ketiadaan Tuhan. Seperti dingin atau gelap, ‘kejahatan’ adalah kata yang dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan Tuhan. Tuhan tidak menciptakan kejahatan. Kejahatan adalah hasil dari tidak adanya kasih sayang Tuhan di hati manusia.

Seperti dingin yang timbul dari ketiadaan panas dan gelap yang timbul dari ketiadaan cahaya.’ Profesor itu terdiam.

Nama mahasiswa itu adalah Albert Einstein.
http://en.wikipedia.org/wiki/Albert_einstein

Saturday, August 20, 2011

Hikmah Tembang "Gundul-Gundul Pacul" Karya Sunan Kalijaga



Salah satu tembang jawa yang sangat terkenal adalah Gundul Pacul sebagi beikut.

"Gundul gundul pacul cul, gemblelengan,"
"Nyunggi nyunggi wakul-kul, gembelengan,"
"Wakul ngglimpang segane dadi sak latar."

Tembang Jawa ini konon diciptakan tahun 1400-an oleh Sunan Kalijaga dan teman-temannya yang masih remaja dan mempunyai arti filosofis yang dalam dan sangat mulia.

'Gundul' adalah kepala plonthos tanpa rambut. Kepala adalah lambang kehormatan, kemuliaan seseorang. Rambut adalah mahkota lambang keindahan kepala. Jadi gundul adalah kehormatan tanpa mahkota.

'Pacul' adalah cangkul yaitu alat petani yang terbuat dari lempeng besi segi empat. Pacul ini merupakan lambang kawula rendah, rakyat jelata, kebanyakan para petani.

'Gundul pacul' artinya adalah bahwa seorang pemimpin sesungguhnya bukan orang yang diberi mahkota tetapi dia adalah pembawa pacul untuk mencangkul, mengupayakan kesejahteraan bagi rakyatnya.

Orang Jawa mengatakan pacul adalah papat kang ucul (empat yang lepas).

Kemuliaan seseorang tergantung 4 hal, yaitu bagaimana menggunakan mata, hidung, telinga dan mulutnya.

1. Mata digunakan untuk melihat kesulitan rakyat.
2. Telinga digunakan untuk mendengar nasehat.
3. Hidung digunakan untuk mencium wewangian kebaikan.
4. Mulut digunakan untuk berkata adil dan bijaksana.

Jika empat hal itu lepas, maka lepaslah kehormatannya.

Gembelengan artinya besar kepala, sombong dan bermain-main dalam menggunakan kehormatannya.

"Gundul-gundul pacul cul" = jika orang yang kepalanya sudah kehilangan 4 (empat) indera itu mengakibatkan 'GEMBELENGAN' (= congkak/sombong).
"Nyunggi-Nyunggi Wakul Kul" = menjunjung amanah rakyat) dengan GEMBELENGAN (sombong hati), akhirnya
"WAKUL NGGLIMPANG" = amanah, jabatan jatuh tidak bisa dipertahankan.
"SEGANE DADI SAK LATAR" = berantakan sia-sia, tidak bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat.

Jadi kalau sedang nyunggi wakul janganlah gembelengan.

Semoga bermanfaat.

Link : Lagu Gundul Pacul di Youtube

Satu Jam Tidak Berbuat Dosa


Suatu hari seorang anak kecil datang kepada ayahnya dan bertanya :

”Apakah kita bisa hidup tidak berbuat berdosa atau kesalahan selama hidup kita…?“

Ayahnya memandang kepada anak kecil itu dan berkata :
”Tidak, nak…itu hal yg mustahil… “

Putri kecil ini kemudian memandang ayahnya dan berkata lagi…

”Apakah kita bisa hidup tanpa berdosa dalam setahun…?”

Ayahnya kembali menggelengkan kepalanya, sambil tersenyum kepada putrinya…tidak wahai putri kecilku…

”Oh ayah, bagaimana kalau 1 bulan, apakah kita bisa hidup tanpa melakukan kesalahan?”

Ayahnya tertawa…
”Mungkin tidak bisa juga, nak…”

”OK… ayah, ini yang terakhir kali…

Apakah kita bisa hidup tidak berdosa dalam 1 jam saja…?”
Akhirnya ayahnya mengangguk…
“Kemungkinan besar, bisa nak…”

Anak ini tersenyum lega…dan berujar:

”Jika demikian, aku akan hidup benar dari jam ke jam, ayah…

Lebih mudah menjalaninya, dan aku akan menjaganya dari jam ke jam, sehingga aku dapat hidup dengan benar… “

Pernyataan ini mengandung kebenaran sejati… Marilah kita hidup dari waktu ke waktu, dengan memperhatikan cara kita menjalani hidup ini…

Dari latihan yang paling kecil dan sederhana sekalipun…
Akan menjadikan kita terbiasa…(kebiasaan)

Dan apa yang sudah biasa kita lakukan akan menjadi sifat…

Dan sifat akan berubah jadi karakter… dan karakter inilah yg menjadi ‘nasib kita’…

Semoga kita dapat mengambil ‘ibrah, pelajaran’ dan dpt mengamalkannya. Amin x 3 yaa rabbal’alamin.

Wawancara Kerja


Adalah seorang anak muda yang cerdas dan sangat pintar. Dia baru saja lulus sarjana dengan predikat cum laude. Selama kuliah, dia juga mengoleksi beberapa penghargaan dan prestasi. Intinya, si anak muda ini benar-benar top. Dan iapun bangga dengan kemilau prestasinya tersebut. Rasa percaya dirinya begitu tinggi.

Setelah lulus, ia lalu mencari pekerjaan. Saat melamar ke sebuah perusahaan terkenal, tidak sulit baginya untuk lolos dari tes-tes saringan, hingga sampailah ia ke tahap terakhir: wawancara dengan Direktur perusahaan tersebut. Saat wawancara tiba, terjadilah dialog antara pak Direktur dengan si anak muda.

“Prestasimu sungguh luar biasa, anak muda. Bagaimana kamu bisa punya prestasi setinggi itu?”, tanya pak Direktur.

“Saya belajar keras, pak. Saya selalu memacu diri saya sendiri, dan memupuk kepercayaan diri saya.”, jawab si anak muda.

“Siapa yang mendorong dan memotivasimu? Ayahmukah?”

“Bukan pak. Ayah sudah meninggal sejak saya kecil. Saya terbiasa memotivasi diri sendiri untuk menjadi yang terbaik.”

“Kalau ayahmu sudah meninggal, siapa yang membiayai sekolahmu?”

“Ibu saya, pak.”

“Oh begitu…lalu apa pekerjaan ibumu?”

“Ibu saya menjadi pencuci baju, pak. Beliau menerima order cucian dari para tetangga.”

Mendengar jawaban si anak muda tersebut, pak Direktur lalu berkata,”Coba ulurkan tanganmu, anak muda”. Meski agak heran dengan permintaan ini, si anak muda lalu mengulurkan tangannya ke pak Direktur, yang lalu memeriksanya dengan cermat. Ternyata tangan itu bersih, putih, dan mulus. Tidak ada tanda-tanda pernah digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan kasar. Pak Direktur lalu bertanya,”Pernahkah kamu membantu ibumu mencuci pakaian, nak?”

“Tidak pak, tak pernah sekalipun.”

“Kalau begitu sekarang pulanglah, dan bila bertemu dengan ibumu, coba perhatikan dengan cermat tangan beliau. Lalu cobalah lakukan pekerjaan ibumu. Besok kamu kembali lagi ke sini, temui saya, dan ceritakan pengalamanmu.”, demikian pesan pak Direktur kepada si anak muda.

Pulanglah si anak muda tadi, dan sesampai di rumah, disampaikanlah kata-kata pak Direktur kepada ibunya. Meskipun agak heran, ibunya menurut saja dan menyorongkan kedua tangannya kepada anak yang disayanginya. Begitu melihat tangan orang tua tadi, kagetlah si anak. Ini adalah pertama kalinya ia mengamati tangan ibunya secara cermat. Tampaklah olehnya tangan yang keriput, kasar, dan bersisik. Di beberapa tempat bahkan terlihat bekas-bekas luka. Sungguh kontras bila dibandingkan dengan tangannya sendiri yang bersih dan mulus.

“Ibu….”, dan si anak mudapun tercekat tak mampu berkata apapun. Mengalirlah sebutir air matanya.

“Kenapa tangan ibu sampai begini? Ibu bekerja terlalu berat. Maafkan aku yang tak pernah tahu keadaan ibu seperti ini”, bisik si anak sambil membelai dan menciumi tangan ibunya.

Ibunya tersenyum saja. “Tidak apa-apa nak. Ibu ikhlas bekerja keras untukmu. Buat ibu, yang penting kamu bisa fokus belajar. Ibu bahagia akhirnya kamu bisa lulus dengan baik. Itu satu-satunya yang penting buat ibu.”

Mendengar ucapan ibunya, runtuhlah kebanggaan si anak muda. Hilanglah semua ke-aku-annya. Sampai detik itu ia merasa bahwa semua prestasinya adalah usahanya sendiri. Kenyataannya, tanpa pengorbanan ibunya, dia tidak akan menjadi apa-apa. Nothing…

Dia merasa seperti semakin terlempar ke titik nadir setelah mencoba melakukan permintaan pak Direktur berikutnya: mencuci pakaian, seperti yang biasa dilakukan ibunya. Ternyata bagi dia yang tidak pernah mencuci pakaian sendiri, pekerjaan merendam, mengucek, membilas, dan memeras sungguh tidak mudah dilakukan. Baru beberapa potong baju saja, tangannya sudah merasa perih.

Malam itu si anak muda tidak bisa tidur. Dunianya seolah dibalik dalam sekejap mata. Keyakinan dan persepsinya selama ini patah begitu saja setelah ia melihat apa yang telah dilakukan ibunya selama ini.

Keesokan harinya ia datang menghadap ke pak Direktur, yang langsung saja bertanya,”Apa yang kamu rasakan dan pikirkan, anak muda?”

Si anak muda menghela nafas, lalu menjawab sambil tertunduk,”Ada dua hal yang saya pelajari, pak…”

“Katakan nak, apa dua hal itu.”

“Yang pertama, saya sadar selama ini saya tidak pernah memperhatikan orang lain. Saya tidak pernah mengapresiasi apa yang telah mereka lakukan, bahkan untuk hal-hal yang terkait dengan kepentingan saya sekaliapun…”, si anak muda menjawab sambil menahan air mata karena teringat akan ibunya. Lalu ia menyambung,

“Yang kedua, saya tidak pernah menyadari bagaimana beratnya mencapai sebuah tujuan. Selama ini saya merasa bahwa menjadi lulusan terbaik itu mudah. Saya pikir dengan belajar keras saja sudah cukup. Tapi ternyata tidak, pak... Ternyata banyak hal lain yang harus dilakukan, dan itu tidak pernah saya kerjakan, bahkan saya pikirkanpun tidak...Saya buta terhadap usaha-usaha lain yang dilakukan oleh ibu saya. Beliau bekerja begitu berat semata-mata hanya untuk kepentingan saya…“

Mendengar kata-kata si anak muda tadi, pak Direktur tersenyum. “Anak muda, kamu diterima di perusahaan ini.”

Si anak muda mendongak kaget.”Pak, apa maksud Bapak?”

“Aku tidak mencari karyawan yang pintar tapi tidak peduli pada sekelilingnya. Aku tertarik padamu bukan karena kepintaranmu saja, tapi pada kesadaranmu tentang sensitivitas pada sekelilingmu, tentang sulitnya mencapai sebuah tujuan dan pentingnya kerjasama, dan tentang pentingnya mengapresiasi dan menghargai apa yang dikerjakan orang lain.”

Mendengar penjelasan pak Direktur, si anak muda merasa ia hidup dalam dunia yang baru.